PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 63 TAHUN 2000
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI
PENGION
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, dipandang perlu ditetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan
Radiasi Pengion.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
1945;
2.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
3.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
4.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997
tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676);
5.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN DAN
KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1.
Keselamatan dan kesehatan terhadap
pemanfaatan radiasi pengion yang selanjutnya disebut keselamatan radiasi adalah
upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang sedemikian agar efek
radiasi pengion terhadap manusia dan lingkungan hidup tidak melampaui nilai
batas yang ditentukan.
2.
Tenaga nuklir adalah tenaga dalam
bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga
yang berasal dari sumber radiasi pengion.
3.
Instalasi adalah instalasi zat
radioaktif dan atau instalasi sumber radiasi pengion.
4.
Radiasi pengion adalah gelombang
elektromagnetik dan partikel yang karena energi yang dimilikinya mampu
mengionisasi media yang dilaluinya.
5.
Nilai batas dosis adalah dosis
terbesar yang diizinkan oleh Badan Pengawas yang dapat diterima oleh pekerja
radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan
efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir.
6.
Dosis radiasi adalah jumlah
radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang
diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya.
7.
Catatan dosis adalah catatan
tentang nilai dosis yang diterima oleh pekerja radiasi selama bekerja di medan
radiasi.
8.
Pengusaha instalasi adalah pimpinan
instalasi atau orang lain yang ditunjuk untuk mewakilinya dan bertanggung jawab
pada instalasinya.
9.
Petugas proteksi radiasi adalah
petugas yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan oleh Badan Pengawas
dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi
radiasi.
10. Pekerja radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir
atau instalasi radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis radiasi tahunan
melebihi dosis untuk masyarakat umum.
11. Kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk
kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain
yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau
kontaminasi yang melampaui batas keselamatan.
12. Badan Pelaksana adalah badan yang bertugas melaksanakan pemanfaatan
tenaga nuklir.
13. Badan Pengawas adalah badan yang bertugas melaksanakan pengawasan
terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)
Peraturan Pemerintah ini mengatur
tentang persyaratan sistem pembatasan dosis, sistem manajemen keselamatan
radiasi, kalibrasi, kesiapsiagaan dan penanggulangan kecelakaan radiasi.
(2)
Peraturan Pemerintah ini bertujuan
untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan ketenteraman, kesehatan pekerja dan anggota
masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
BAB III
SISTEM PEMBATASAN DOSIS
Pasal 3
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, pengusaha instalasi yang melaksanakan
setiap kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir yang dapat mengakibatkan penerimaan
dosis radiasi harus memenuhi prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan sebagai
berikut:
a.
setiap pemanfaatan tenaga nuklir
harus mempunyai manfaat lebih besar dibanding dengan risiko yang ditimbulkan;
b.
penerimaan dosis radiasi terhadap
pekerja atau masyarakat tidak melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh
Badan Pengawas;
c.
kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir
harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk
menjamin agar paparan radiasi yang terjadi ditekan serendah-rendahnya.
Pasal 4
(1)
Pengusaha instalasi yang
merancang, membuat, mengoperasikan dan atau merawat sistem dan komponen sumber
radiasi yang mempunyai potensi bahaya radiasi harus mencegah terjadinya
penerimaan dosis yang berlebih.
(2)
Sistem dan komponen sumber radiasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dirancang dan dibuat sesuai dengan
standar.
(3)
Standar sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 5
(1)
Apabila dalam satu lokasi terdapat
beberapa fasilitas pemanfaatan tenaga nuklir, pengusaha instalasi menetapkan
tingkat dosis yang lebih rendah untuk masing-masing instalasi, agar dosis
kumulatif tidak melampaui nilai batas dosis.
(2)
Pelepasan zat radioaktif ke
lingkungan hidup dari semua fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
boleh mengakibatkan nilai batas dosis untuk masyarakat dilampaui.
Pasal 6
(1)
Dalam menerapkan dosis untuk
keperluan medik dengan tujuan diagnostik dan terapi, pengusaha instalasi harus memperhatikan
perlindungan pasien terhadap radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a
dan c.
(2)
Tingkat acuan untuk dosis, laju
dosis dan aktivitas yang diberikan untuk keperluan diagnostik dan terapi diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB IV
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
Pengusaha instalasi harus menerapkan sistem
manajemen keselamatan radiasi, yang meliputi organisasi proteksi radiasi,
pemantauan dosis radiasi dan radioaktivitas, peralatan proteksi radiasi,
pemeriksaan kesehatan, penyimpanan dokumen, dan jaminan kualitas, serta
pendidikan dan pelatihan.
Bagian Kedua
Organisasi Proteksi Radiasi
Pasal 8
Pengusaha instalasi harus memiliki organisasi
proteksi radiasi yang sekurang-kurangnya terdiri atas unsur pengusaha
instalasi, petugas proteksi radiasi dan pekerja radiasi.
Pasal 9
(1)
Setiap pengusaha instalasi yang
memanfaatkan tenaga nuklir harus mempunyai sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
petugas proteksi radiasi.
(2)
Pengusaha instalasi wajib menunjuk
orang lain atau dirinya sendiri sebagai petugas proteksi radiasi.
(3)
Persyaratan petugas proteksi
radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Bagian Ketiga
Pemantauan Dosis Radiasi dan Radioaktivitas
Pasal 10
(1)
Pengusaha instalasi harus
mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk memakai peralatan pemantau dosis
perorangan, sesuai dengan jenis instalasi dan sumber radiasi yang digunakan.
(2)
Peralatan pemantau dosis
perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diolah dan dibaca oleh
instansi atau badan yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
(3)
Persyaratan untuk dapat ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas.
Pasal 11
(1)
Hasil pengolahan dan pembacaan
peralatan pemantau dosis perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(2) harus disampaikan kepada pengusaha instalasi dan Badan Pengawas.
(2)
Pengusaha instalasi harus
mengevaluasi hasil pemantauan dosis perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).
(3)
Apabila dari hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdapat dosis berlebih, pengusaha
instalasi harus melaksanakan tindak lanjut.
(4)
Badan Pengawas dapat melakukan
pemeriksaan apabila dari hasil evaluasi terdapat dosis berlebih.
Pasal 12
(1)
Pengusaha instalasi bertanggung
jawab atas pelaksanaan pencatatan dosis radiasi yang diterima oleh setiap
pekerja radiasi.
(2)
Pencatatan dosis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh petugas proteksi radiasi.
(3)
Setiap pekerja radiasi berhak
mengetahui catatan dosis selama bekerja.
(4)
Catatan dosis radiasi harus dapat
ditunjukkan sewaktu-waktu apabila diminta oleh Badan Pengawas.
Pasal 13
(1)
Pengusaha instalasi harus
memberikan salinan catatan dosis kepada pekerja radiasi yang akan memutuskan
hubungan kerja.
(2)
Apabila pekerja radiasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pindah bekerja ke instalasi lain yang
memanfaatkan tenaga nuklir harus menyerahkan salinan catatan dosis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) kepada pengusaha instalasi yang baru.
Pasal 14
(1)
Pengusaha instalasi harus
melakukan pemantauan daerah kerja secara terus menerus, berkala dan atau
sewaktu-waktu berdasarkan jenis instalasi dan sumber radiasi yang digunakan.
(2)
Pengusaha instalasi harus mencatat
dan mendokumentasikan hasil pemantauan daerah kerja.
(3)
Pemantauan daerah kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas.
Pasal 15
(1)
Pengusaha instalasi harus
melakukan pemantauan tingkat radioaktivitas buangan zat radioaktif ke
lingkungan hidup, secara terus menerus, berkala, dan atau sewaktu-waktu.
(2)
Buangan zat radioaktif ke
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi nilai
batas radioaktivitas yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas.
(3)
Pengusaha instalasi harus mencatat
dan mendokumentasikan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 16
(1)
Apabila pengusaha instalasi tidak
mempunyai kemampuan melakukan pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1), pengusaha instalasi dapat menunjuk instansi atau badan lain yang
telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
(2)
Persyaratan untuk dapat ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas.
Pasal 17
Pengusaha instalasi harus dapat menunjukkan
catatan dan dokumentasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
sewaktu-waktu apabila diminta oleh Badan Pengawas.
Bagian Keempat
Peralatan Proteksi Radiasi
Pasal 18
Pengusaha instalasi harus menyediakan dan
mengusahakan peralatan proteksi radiasi, pemantau dosis perorangan, pemantau
daerah kerja dan pemantau lingkungan hidup, yang dapat berfungsi dengan baik
sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Kesehatan
Pasal 19
(1)
Setiap orang yang akan bekerja
sebagai pekerja radiasi harus sehat jasmani dan rohani serta serendah-rendahnya
berusia 18 (delapan belas) tahun.
(2)
Pengusaha instalasi harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh, untuk
setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3)
Pemeriksaan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh dokter yang ditunjuk pengusaha instalasi
dan disetujui oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan, rumah sakit
umum, atau Badan Pelaksana.
(4)
Jenis pemeriksaan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas setelah berkonsultasi dengan instansi yang berwenang dalam
bidang kesehatan.
Pasal 20
(1)
Pengusaha instalasi harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi setiap pekerja radiasi secara
berkala selama bekerja sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2)
Apabila dipandang perlu pengusaha
instalasi dapat melakukan pemeriksaan khusus.
Pasal 21
(1)
Pengusaha instalasi harus
memeriksakan kesehatan pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja
secara teliti dan menyeluruh kepada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha
instalasi dan disetujui oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan,
rumah sakit umum, atau Badan Pelaksana.
(2)
Hasil pemeriksaan kesehatan
pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada pekerja
radiasi yang bersangkutan.
Pasal 22
Pengusaha instalasi harus melaksanakan
pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan setiap pekerja radiasi dalam kartu
kesehatan dan menyimpan kartu tersebut di bawah pengawasan dokter atau petugas
lain yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi.
Pasal 23
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi,
pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja
radiasi yang diduga menerima paparan radiasi berlebih.
Pasal 24
Biaya pemeriksaan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 23 adalah
tanggung jawab pengusaha instalasi yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Penyimpanan Dokumentasi
Pasal 25
Pengusaha instalasi harus tetap menyimpan
dokumentasi yang memuat catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil
pemantauan lingkungan dan kartu kesehatan pekerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 22 selama 30 (tiga puluh) tahun
terhitung sejak pekerja radiasi berhenti bekerja.
Bagian Ketujuh
Jaminan Kualitas
Pasal 26
(1)
Pengusaha instalasi harus membuat
program jaminan kualitas bagi instalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi
tinggi untuk kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan perawatan
instalasi, serta pengelolaan limbah radioaktif.
(2)
Program jaminan kualitas yang
telah dibuat oleh pengusaha instalasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
selanjutnya disampaikan kepada Badan Pengawas untuk disetujui.
(3)
Program jaminan kualitas yang
telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaksanakan oleh
pengusaha instalasi.
Pasal 27
Badan Pengawas melakukan inspeksi dan audit
selama pelaksanaan program jaminan kualitas untuk menjamin efektivitas
pelaksanaannya.
Pasal 28
Ketentuan dan pedoman pembuatan program
jaminan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Bagian Kedelapan
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 29
(1)
Setiap pekerja radiasi harus
memperoleh pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap radiasi.
(2)
Pengusaha instalasi bertanggung
jawab atas pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).
(3)
Pedoman pendidikan dan pelatihan
bagi pekerja radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB V
KALIBRASI
Pasal 30
(1)
Pengusaha instalasi wajib
mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun sekali.
(2)
Pengusaha instalasi wajib
mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan radioterapi secara berkala
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali.
(3)
Kalibrasi alat ukur radiasi dan
atau peralatan radioterapi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
hanya dapat dilakukan oleh instansi yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh
Badan Pengawas.
Pasal 31
Ketentuan tentang Kalibrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas.
BAB VI
PENANGGULANGAN KECELAKAAN RADIASI
Pasal 32
Pengusaha instalasi harus melakukan upaya
pencegahan terjadinya kecelakaan radiasi.
Pasal 33
(1)
Dalam hal terjadi kecelakaan
radiasi, pengusaha instalasi harus melakukan upaya penanggulangan.
(2)
Dalam upaya penanggulangan
kecelakaan radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) keselamatan manusia
harus diutamakan.
(3)
Dalam hal terjadi kecelakaan
radiasi, pengusaha instalasi harus segera melaporkan terjadinya kecelakaan
radiasi dan upaya penanggulangannya kepada Badan Pengawas dan instansi terkait
lainnya.
Pasal 34
(1)
Pengusaha instalasi yang mempunyai
instalasi dengan potensi dampak radiologi tinggi harus memiliki Rencana
Penanggulangan Keadaan Darurat untuk mengatasi potensi bahaya dari kecelakaan
radiasi yang mungkin terjadi selama pengoperasian instalasi tersebut.
(2)
Rencana Penanggulangan Keadaan
Darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat oleh pengusaha instalasi,
sekurang-kurangnya harus memuat:
a.
Jenis/klasifikasi kecelakaan yang
mungkin terjadi pada instalasi;
b.
Upaya penanggulangan terhadap
jenis/klasifikasi kecelakaan tersebut;
c.
Organisasi penanggulangan keadaan
darurat;
d.
Prosedur penanggulangan keadaan
darurat;
e.
Peralatan penanggulangan yang
harus disediakan dan perawatannya;
f.
Personil penanggulangan keadaan
darurat;
g.
Latihan penanggulangan keadaan
darurat;
h.
Sistem komunikasi dengan pihak
lain yang terkait dalam penanggulangan keadaan darurat.
Pasal 35
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
dan Pasal 34 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1)
Badan Pengawas dapat memberikan
peringatan tertulis kepada pengusaha instalasi yang melanggar ketentuan Pasal
4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 11 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 12, Pasal 13, Pasal
14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,
Pasal 29 ayat (2), Pasal 30, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 dalam Peraturan
Pemerintah ini.
(2)
Jangka waktu peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 14 (empat belas) hari sejak
dikeluarkan peringatan, dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) kali apabila
dianggap perlu.
(3)
Apabila peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tetap tidak diindahkan, Badan Pengawas
dapat menghentikan sementara pengoperasian instalasi selama 30 (tiga puluh)
hari sejak perintah penghentian sementara dikeluarkan.
(4)
Apabila Pengusaha instalasi yang
dihentikan sementara pengoperasian instalasinya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) tetap tidak mengindahkan peringatan, izin pemanfaatan tenaga nuklir dapat
dicabut oleh Badan Pengawas.
Pasal 37
(1)
Pengusaha instalasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) yang dapat menimbulkan
bahaya bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan dapat langsung diberikan
peringatan tertulis disertai penghentian sementara pengoperasian instalasinya
oleh Badan Pengawas.
(2)
Apabila pengusaha instalasi dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari tidak mengindahkan peringatan,
izin pemanfaatan tenaga nuklir dapat dicabut oleh Badan Pengawas.
Pasal 38
Badan Pengawas dapat langsung mencabut izin
pemanfaatan tenaga nuklir apabila Pengusaha Instalasi yang karena kelalaiannya
menimbulkan kecelakaan radiasi setelah diadakan penilaian oleh Badan Pengawas.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah
ini semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1975
tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi yang berhubungan dengan keselamatan
kerja terhadap radiasi tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat mulai berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan
Kerja Terhadap Radiasi dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 41
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 21 Agustus 2000
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ABDURRAHMAN
WAHID
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 21 Agustus 2000
SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DJOHAN
EFFENDI
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 136
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 63 TAHUN 2000
TENTANG
KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI
PENGION
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, dipandang perlu ditetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan
Radiasi Pengion.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
1945;
2.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
3.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
4.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997
tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676);
5.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN DAN
KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1.
Keselamatan dan kesehatan terhadap
pemanfaatan radiasi pengion yang selanjutnya disebut keselamatan radiasi adalah
upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang sedemikian agar efek
radiasi pengion terhadap manusia dan lingkungan hidup tidak melampaui nilai
batas yang ditentukan.
2.
Tenaga nuklir adalah tenaga dalam
bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga
yang berasal dari sumber radiasi pengion.
3.
Instalasi adalah instalasi zat
radioaktif dan atau instalasi sumber radiasi pengion.
4.
Radiasi pengion adalah gelombang
elektromagnetik dan partikel yang karena energi yang dimilikinya mampu
mengionisasi media yang dilaluinya.
5.
Nilai batas dosis adalah dosis
terbesar yang diizinkan oleh Badan Pengawas yang dapat diterima oleh pekerja
radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan
efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir.
6.
Dosis radiasi adalah jumlah
radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang
diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya.
7.
Catatan dosis adalah catatan
tentang nilai dosis yang diterima oleh pekerja radiasi selama bekerja di medan
radiasi.
8.
Pengusaha instalasi adalah pimpinan
instalasi atau orang lain yang ditunjuk untuk mewakilinya dan bertanggung jawab
pada instalasinya.
9.
Petugas proteksi radiasi adalah
petugas yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan oleh Badan Pengawas
dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi
radiasi.
10. Pekerja radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir
atau instalasi radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis radiasi tahunan
melebihi dosis untuk masyarakat umum.
11. Kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk
kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain
yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau
kontaminasi yang melampaui batas keselamatan.
12. Badan Pelaksana adalah badan yang bertugas melaksanakan pemanfaatan
tenaga nuklir.
13. Badan Pengawas adalah badan yang bertugas melaksanakan pengawasan
terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)
Peraturan Pemerintah ini mengatur
tentang persyaratan sistem pembatasan dosis, sistem manajemen keselamatan
radiasi, kalibrasi, kesiapsiagaan dan penanggulangan kecelakaan radiasi.
(2)
Peraturan Pemerintah ini bertujuan
untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan ketenteraman, kesehatan pekerja dan anggota
masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
BAB III
SISTEM PEMBATASAN DOSIS
Pasal 3
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, pengusaha instalasi yang melaksanakan
setiap kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir yang dapat mengakibatkan penerimaan
dosis radiasi harus memenuhi prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan sebagai
berikut:
a.
setiap pemanfaatan tenaga nuklir
harus mempunyai manfaat lebih besar dibanding dengan risiko yang ditimbulkan;
b.
penerimaan dosis radiasi terhadap
pekerja atau masyarakat tidak melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh
Badan Pengawas;
c.
kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir
harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk
menjamin agar paparan radiasi yang terjadi ditekan serendah-rendahnya.
Pasal 4
(1)
Pengusaha instalasi yang
merancang, membuat, mengoperasikan dan atau merawat sistem dan komponen sumber
radiasi yang mempunyai potensi bahaya radiasi harus mencegah terjadinya
penerimaan dosis yang berlebih.
(2)
Sistem dan komponen sumber radiasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dirancang dan dibuat sesuai dengan
standar.
(3)
Standar sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 5
(1)
Apabila dalam satu lokasi terdapat
beberapa fasilitas pemanfaatan tenaga nuklir, pengusaha instalasi menetapkan
tingkat dosis yang lebih rendah untuk masing-masing instalasi, agar dosis
kumulatif tidak melampaui nilai batas dosis.
(2)
Pelepasan zat radioaktif ke
lingkungan hidup dari semua fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
boleh mengakibatkan nilai batas dosis untuk masyarakat dilampaui.
Pasal 6
(1)
Dalam menerapkan dosis untuk
keperluan medik dengan tujuan diagnostik dan terapi, pengusaha instalasi harus memperhatikan
perlindungan pasien terhadap radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a
dan c.
(2)
Tingkat acuan untuk dosis, laju
dosis dan aktivitas yang diberikan untuk keperluan diagnostik dan terapi diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB IV
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
Pengusaha instalasi harus menerapkan sistem
manajemen keselamatan radiasi, yang meliputi organisasi proteksi radiasi,
pemantauan dosis radiasi dan radioaktivitas, peralatan proteksi radiasi,
pemeriksaan kesehatan, penyimpanan dokumen, dan jaminan kualitas, serta
pendidikan dan pelatihan.
Bagian Kedua
Organisasi Proteksi Radiasi
Pasal 8
Pengusaha instalasi harus memiliki organisasi
proteksi radiasi yang sekurang-kurangnya terdiri atas unsur pengusaha
instalasi, petugas proteksi radiasi dan pekerja radiasi.
Pasal 9
(1)
Setiap pengusaha instalasi yang
memanfaatkan tenaga nuklir harus mempunyai sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
petugas proteksi radiasi.
(2)
Pengusaha instalasi wajib menunjuk
orang lain atau dirinya sendiri sebagai petugas proteksi radiasi.
(3)
Persyaratan petugas proteksi
radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Bagian Ketiga
Pemantauan Dosis Radiasi dan Radioaktivitas
Pasal 10
(1)
Pengusaha instalasi harus
mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk memakai peralatan pemantau dosis
perorangan, sesuai dengan jenis instalasi dan sumber radiasi yang digunakan.
(2)
Peralatan pemantau dosis
perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diolah dan dibaca oleh
instansi atau badan yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
(3)
Persyaratan untuk dapat ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas.
Pasal 11
(1)
Hasil pengolahan dan pembacaan
peralatan pemantau dosis perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(2) harus disampaikan kepada pengusaha instalasi dan Badan Pengawas.
(2)
Pengusaha instalasi harus
mengevaluasi hasil pemantauan dosis perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).
(3)
Apabila dari hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdapat dosis berlebih, pengusaha
instalasi harus melaksanakan tindak lanjut.
(4)
Badan Pengawas dapat melakukan
pemeriksaan apabila dari hasil evaluasi terdapat dosis berlebih.
Pasal 12
(1)
Pengusaha instalasi bertanggung
jawab atas pelaksanaan pencatatan dosis radiasi yang diterima oleh setiap
pekerja radiasi.
(2)
Pencatatan dosis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh petugas proteksi radiasi.
(3)
Setiap pekerja radiasi berhak
mengetahui catatan dosis selama bekerja.
(4)
Catatan dosis radiasi harus dapat
ditunjukkan sewaktu-waktu apabila diminta oleh Badan Pengawas.
Pasal 13
(1)
Pengusaha instalasi harus
memberikan salinan catatan dosis kepada pekerja radiasi yang akan memutuskan
hubungan kerja.
(2)
Apabila pekerja radiasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pindah bekerja ke instalasi lain yang
memanfaatkan tenaga nuklir harus menyerahkan salinan catatan dosis sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) kepada pengusaha instalasi yang baru.
Pasal 14
(1)
Pengusaha instalasi harus
melakukan pemantauan daerah kerja secara terus menerus, berkala dan atau
sewaktu-waktu berdasarkan jenis instalasi dan sumber radiasi yang digunakan.
(2)
Pengusaha instalasi harus mencatat
dan mendokumentasikan hasil pemantauan daerah kerja.
(3)
Pemantauan daerah kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas.
Pasal 15
(1)
Pengusaha instalasi harus
melakukan pemantauan tingkat radioaktivitas buangan zat radioaktif ke
lingkungan hidup, secara terus menerus, berkala, dan atau sewaktu-waktu.
(2)
Buangan zat radioaktif ke
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi nilai
batas radioaktivitas yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas.
(3)
Pengusaha instalasi harus mencatat
dan mendokumentasikan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 16
(1)
Apabila pengusaha instalasi tidak
mempunyai kemampuan melakukan pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1), pengusaha instalasi dapat menunjuk instansi atau badan lain yang
telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
(2)
Persyaratan untuk dapat ditunjuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas.
Pasal 17
Pengusaha instalasi harus dapat menunjukkan
catatan dan dokumentasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
sewaktu-waktu apabila diminta oleh Badan Pengawas.
Bagian Keempat
Peralatan Proteksi Radiasi
Pasal 18
Pengusaha instalasi harus menyediakan dan
mengusahakan peralatan proteksi radiasi, pemantau dosis perorangan, pemantau
daerah kerja dan pemantau lingkungan hidup, yang dapat berfungsi dengan baik
sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Kesehatan
Pasal 19
(1)
Setiap orang yang akan bekerja
sebagai pekerja radiasi harus sehat jasmani dan rohani serta serendah-rendahnya
berusia 18 (delapan belas) tahun.
(2)
Pengusaha instalasi harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh, untuk
setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3)
Pemeriksaan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh dokter yang ditunjuk pengusaha instalasi
dan disetujui oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan, rumah sakit
umum, atau Badan Pelaksana.
(4)
Jenis pemeriksaan kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala
Badan Pengawas setelah berkonsultasi dengan instansi yang berwenang dalam
bidang kesehatan.
Pasal 20
(1)
Pengusaha instalasi harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi setiap pekerja radiasi secara
berkala selama bekerja sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2)
Apabila dipandang perlu pengusaha
instalasi dapat melakukan pemeriksaan khusus.
Pasal 21
(1)
Pengusaha instalasi harus
memeriksakan kesehatan pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja
secara teliti dan menyeluruh kepada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha
instalasi dan disetujui oleh instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan,
rumah sakit umum, atau Badan Pelaksana.
(2)
Hasil pemeriksaan kesehatan
pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada pekerja
radiasi yang bersangkutan.
Pasal 22
Pengusaha instalasi harus melaksanakan
pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan setiap pekerja radiasi dalam kartu
kesehatan dan menyimpan kartu tersebut di bawah pengawasan dokter atau petugas
lain yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi.
Pasal 23
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi,
pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja
radiasi yang diduga menerima paparan radiasi berlebih.
Pasal 24
Biaya pemeriksaan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 23 adalah
tanggung jawab pengusaha instalasi yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Penyimpanan Dokumentasi
Pasal 25
Pengusaha instalasi harus tetap menyimpan
dokumentasi yang memuat catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil
pemantauan lingkungan dan kartu kesehatan pekerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 22 selama 30 (tiga puluh) tahun
terhitung sejak pekerja radiasi berhenti bekerja.
Bagian Ketujuh
Jaminan Kualitas
Pasal 26
(1)
Pengusaha instalasi harus membuat
program jaminan kualitas bagi instalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi
tinggi untuk kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan perawatan
instalasi, serta pengelolaan limbah radioaktif.
(2)
Program jaminan kualitas yang
telah dibuat oleh pengusaha instalasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
selanjutnya disampaikan kepada Badan Pengawas untuk disetujui.
(3)
Program jaminan kualitas yang
telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilaksanakan oleh
pengusaha instalasi.
Pasal 27
Badan Pengawas melakukan inspeksi dan audit
selama pelaksanaan program jaminan kualitas untuk menjamin efektivitas
pelaksanaannya.
Pasal 28
Ketentuan dan pedoman pembuatan program
jaminan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
Bagian Kedelapan
Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 29
(1)
Setiap pekerja radiasi harus
memperoleh pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap radiasi.
(2)
Pengusaha instalasi bertanggung
jawab atas pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).
(3)
Pedoman pendidikan dan pelatihan
bagi pekerja radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB V
KALIBRASI
Pasal 30
(1)
Pengusaha instalasi wajib
mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun sekali.
(2)
Pengusaha instalasi wajib
mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan radioterapi secara berkala
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali.
(3)
Kalibrasi alat ukur radiasi dan
atau peralatan radioterapi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
hanya dapat dilakukan oleh instansi yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh
Badan Pengawas.
Pasal 31
Ketentuan tentang Kalibrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas.
BAB VI
PENANGGULANGAN KECELAKAAN RADIASI
Pasal 32
Pengusaha instalasi harus melakukan upaya
pencegahan terjadinya kecelakaan radiasi.
Pasal 33
(1)
Dalam hal terjadi kecelakaan
radiasi, pengusaha instalasi harus melakukan upaya penanggulangan.
(2)
Dalam upaya penanggulangan
kecelakaan radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) keselamatan manusia
harus diutamakan.
(3)
Dalam hal terjadi kecelakaan
radiasi, pengusaha instalasi harus segera melaporkan terjadinya kecelakaan
radiasi dan upaya penanggulangannya kepada Badan Pengawas dan instansi terkait
lainnya.
Pasal 34
(1)
Pengusaha instalasi yang mempunyai
instalasi dengan potensi dampak radiologi tinggi harus memiliki Rencana
Penanggulangan Keadaan Darurat untuk mengatasi potensi bahaya dari kecelakaan
radiasi yang mungkin terjadi selama pengoperasian instalasi tersebut.
(2)
Rencana Penanggulangan Keadaan
Darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat oleh pengusaha instalasi,
sekurang-kurangnya harus memuat:
a.
Jenis/klasifikasi kecelakaan yang
mungkin terjadi pada instalasi;
b.
Upaya penanggulangan terhadap
jenis/klasifikasi kecelakaan tersebut;
c.
Organisasi penanggulangan keadaan
darurat;
d.
Prosedur penanggulangan keadaan
darurat;
e.
Peralatan penanggulangan yang
harus disediakan dan perawatannya;
f.
Personil penanggulangan keadaan
darurat;
g.
Latihan penanggulangan keadaan
darurat;
h.
Sistem komunikasi dengan pihak
lain yang terkait dalam penanggulangan keadaan darurat.
Pasal 35
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
dan Pasal 34 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1)
Badan Pengawas dapat memberikan
peringatan tertulis kepada pengusaha instalasi yang melanggar ketentuan Pasal
4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 11 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 12, Pasal 13, Pasal
14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,
Pasal 29 ayat (2), Pasal 30, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 dalam Peraturan
Pemerintah ini.
(2)
Jangka waktu peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 14 (empat belas) hari sejak
dikeluarkan peringatan, dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) kali apabila
dianggap perlu.
(3)
Apabila peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tetap tidak diindahkan, Badan Pengawas
dapat menghentikan sementara pengoperasian instalasi selama 30 (tiga puluh)
hari sejak perintah penghentian sementara dikeluarkan.
(4)
Apabila Pengusaha instalasi yang
dihentikan sementara pengoperasian instalasinya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) tetap tidak mengindahkan peringatan, izin pemanfaatan tenaga nuklir dapat
dicabut oleh Badan Pengawas.
Pasal 37
(1)
Pengusaha instalasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) yang dapat menimbulkan
bahaya bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan dapat langsung diberikan
peringatan tertulis disertai penghentian sementara pengoperasian instalasinya
oleh Badan Pengawas.
(2)
Apabila pengusaha instalasi dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari tidak mengindahkan peringatan,
izin pemanfaatan tenaga nuklir dapat dicabut oleh Badan Pengawas.
Pasal 38
Badan Pengawas dapat langsung mencabut izin
pemanfaatan tenaga nuklir apabila Pengusaha Instalasi yang karena kelalaiannya
menimbulkan kecelakaan radiasi setelah diadakan penilaian oleh Badan Pengawas.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah
ini semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1975
tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi yang berhubungan dengan keselamatan
kerja terhadap radiasi tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat mulai berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan
Kerja Terhadap Radiasi dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 41
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 21 Agustus 2000
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ABDURRAHMAN
WAHID
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 21 Agustus 2000
SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DJOHAN
EFFENDI
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 136
Tidak ada komentar:
Posting Komentar